Ilustrasi |
Oleh
M. Fajarli Iqbal
Pena Fajar | Opini
Masuk tahap pendidikan di Indonesia sepertinya
kita juga harus siap dihadapkah dengan sebuah kata yang terdengar kejam dan
berkonotasi tidak sehat yaitu ospek atau orientasi. Masa orientasi pada setiap
jenjang pendidikan di negri ini agaknya sudah menjadi agenda rutin yang tidak
boleh bergeser dari jadwal. Mulai dari sekolah menengah sampai ke jenjang
perguruan tinggi masa orientasi akan selalu ada. Walau kemudian namanya
diubah-ubah.
Meskipun
penyebutannya berganti, kegiatan yang satu ini seperti memiliki satu konsep
serentak yang sangat diutamakan semesta. Nuansa yang dihadirkan dalam kegiatan
ini pun hampir general di semua daerah, dan warna yang dibawa pun tak jauh dari
kekentalan senioritas yang salah arah.
Kamus
Besar Bahasa Indonesia mengartikan orientasi sebagai peninjauan untuk
menentukan arah atau tujuan, orientasi juga diartikan melihat-lihat suatu objek
agar lebih memahami objek tersebut. Secara sederhana Masa Orientasi adalah
suatu tahap penetrasi saat memasuki suatu periode atau tahap perkenalan awal
sebelum memasuki dunia baru. Dalam dunia
pendidikan Masa Orientasi adalah saat peserta didik akan memasuki jenjang
pendidikan tertentu dan ia dibekali sesuatu sebelum kemudian benar-benar masuk
secara utuh ke dalam suatu jenjang tersebut.
Secara
normatif kegiatan ini tentu memiliki manfaat yang besar jika dilakukan dengan
benar dan sesuia kebutuhan. Namun dalam realisasinya kegiatan yang mengatasnamakan
pembelajaran dari senior ini telah melenceng jauh dari nama dan tujuan awalnya.
Masa Orientasi yang pada awalnya diadakan untuk memperkenalkan dunia daru bagi
peserta didik malah menjadi ajang diskriminasi dan pendoktrinan konsep
senioritas oleh para senior dan yang mengaku senior.
Tak
sedikit kabar miris terdengar menyangkut hal ini. lihat saja kasus Fikri Dolasmantya
Surya yang meninggal dunia karena dianiyaya seniornya dalam masa orientasi di
sebuah perguruan tinggi, bahkan di tingkat SMA kasus serupa pun kerap terjadi.
Sebenarnya untuk apa masa
orientasi itu dilakukan kita hanya mencedrai peserta didik baik secara fisik
maupun mental? Untuk apa juga memakai tas yang terbuat dari goni, memakai topi
aneh dari kertas karton atau wajah dicoret layaknya sebuah lelucon? dengan
dalih kreativitas hal ini seakan legal dalam dunia pendidikan. Anehnya kita
menganggap hal ini lumrah terjadi saat memasuki sebuah tahap dalam dunia
pendidikan, seakan seperti itulah regulasi yang wajib ada saat ingin sekolah
ataupun kuliah.
Banyak yang berdalih bahwa
masa orientasi adalah masa untuk memberikan pengalaman baru. Namun apakan kita
pernah berpikir bahwa masih banyak cara lain yang bisa digunakan untuk
memberikan pengalaman berharga bagi peserta didik yang akan memasuki jenjang
lebih tinggi daripada hanya sekedar
pengalaman memakai atribut aneh.
Kontroversi mengenai masa
orientasi tentu bukanlah hal haru untuk dibicarakan akan tetapi hal ini selalu
hangat untuk dibahas karena sampai saat ini kita belum menemukan titik temu
antara harapan dan kenyataan di lapangan.
Orientasi Sehat
Menilik sistem orientasi
yang dianut negri ini dan negri seberang tentu akan dijumpai banyak sekali
perbedaan yang subtansial. Jika di negri kita konsep orientasi adalah senioritas
dan diperlakukan seenaknya oleh senior yang gila hormat maka di luar negri kita
akan menemukan konsep ramah yang mengedepankan pendekatan komunikatif dengan
calon peserta didik.
Kita sudah paham benar jika
masa orientasi di negri ini adalah untuk ‘mengerjai’ calon peserta didik bukan
memperkenalkan institusi. Berbeda dengan di Amerika, masa orientasi di negri Paman
Sam itu berjalan kondusif setiap tahunnya dan ada banyak jenis permainan yang
diprakarsai oleh senior mereka sebagai bentuk keramahtamahan. Seperti dilansir
dari hotcourses.co.id sistem
orientasi perguruan tinggi di Amerika sangat teratur dan memang bertujuan
memperkenalkan dunia baru terlebih pada perguruan tinggi atau dunia kampus.
Walaupun belum mampu
menyerap sistem pendidikan luar negri yang sudah mumpuni setidaknya kita
menghilangkan periode tidak penting dalam dunia pendidikan kita dalam hal ini
adalah masa orientasi yang kehilangan arah. Penertiban sistem orientasi agaknya
menjadi kewajiban bagi negri kita. Pemerintah sudah saatnya ambil bagian dalam
hal ini agar hal yang tidak diinginkan tidak terjadi lagi.
Di tingkat perguruan tinggi
masa orientasi masih menjadi agenda tahunan yang wajib diikuti dan segerobak
ancaman bagi mereka yang tidak patuh. Walaupun beberapa tahun yang lalu rektor
Unsyiah mengeluarkan surat edaran yang berisi larangan melakukan orientasi
terlebih ospek tak sehat namun masih banyak yang tidak mengubrisnya.
Kita semua tentu merindukan
masa orientasi yang sehat dan bermakna dalam dunia pendidikan kita. Perkenalan
instansi harus jadi prioritas dalam masa orientasi. Jika di sekolah ada program
ekstrakulikuler maka di kampus ada yang namanya Unit kegiatan Mahasiswa (UKM)
yang harusnya menjadi prioritas untuk diperkenalkan kepada siswa dan mahasiswa
baru. Agar mereka yang baru menginjakkan kakinya di rimba baru pendidikan paham
dan mengerti bagaimana dunia baru yang ia jajaki tersebut.
Sebentar lagi dunia
pendidikan kita memasuki babak baru. Penerimaan peserta didik dari berbagai
jenjang sudah dimulai, terutama di tingkat perguruan tinggi. Sudah saatnya kita
memperhatikan masa orientasi dunia pendidikan kita yang kehilangan arah,
menjadi sebuah masa yang penuh makna dan penuh dengan nuansa pendidikan. Sudah
saatnya kita masuk era baru pendidikan tanpa kekerasan dan diskriminasi.
*M. Fajarli Iqbal, Mahasiswa Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan
(FKIP) Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh. Email:
fajarliiqbal@gmail.com
0 comments:
Post a Comment