Cambuk untuk PSK Artis

Cambuk untuk PSK Artis
Ilustrasi 
Pena Fajar | Opini
Hukum kita sepertinya masih sangat lemah menghadapi prostitusi. Hal ini terlihat dengan tidak adanya payung hukum nasional yang jelas yang mengatur prostitusi. Bisnis lendir ini hanya diatur berdasarkan peraturan daerah (Perda) yang berbeda-beda di setiap wilayah. Padahal sejatinya permasalahan prostitusi adalah problema nasional.
Bisnis amoral ini tentu bukanlah barang baru di nusantara ini. Pada 1801 Hindia Belanda Timur pernah mengeluarkan aturan mengenai bisnis prostitusi. Ini merupakan sebuah pelegalan yang diatur dan dilindungi pemerintah. Seiring waktu prostitusi kemudian dilarang karena menurunkan peforma bertarung prajurit, tentu saja efek dari penyakit kelamin.
Penyakit kelamin yang kala itu merebak di kalangan tentara menjadi momok menakutkan bagi pemerintah sehingga pekerja seks diwajibkan untuk mengecek kesehatannya agar tidak mengganggu kegagahan prajurit. Namun dikarenakan tenaga kesehatan lebih sedikit dibanding dengan pekerja seks maka hal ini pun tidak terkontrol dengan baik sehingga penyakit kelamin kembali merebak.
Kita tentu paham bahwa persoalan prostitusi tak hanya sebatas moral atau epidemi penyakit kelamin namun ekses dari prostitusi sangatlah luas. Kesemuanya itu tidak kita temukan manfaat yang positif namun hanya mudharatlah yang dibawa oleh bisnis tersebut, mulai dari human traficking, eksploitasi anak di bawah umur, peredaran narkoba, masa depan generasi muda yang terancam, dan seabrek penyakit kelamin yang menghantui menjadikan permasalahan ini bukanlah perkara sepele.
Kita tak bisa lagi menutup mata terhadap bisnis lendir ini. Jika kita terus acuh maka tak akan lama lagi gelombang penyakit dan berbagai persoalan di atas akan muncul ke permukaan. Pengaman bukanlah kata yang tepat untuk menjawab masalh ini. bisnis prostitusi harus dimusnahkan dari akarnya. Negri kita negri beradab dan kita tentu menjunjung tinggi sila kedua dari pancasila dan prostitusi adalah hal yang menyalahi sila mengenai kemanusian dan adab tersebut.
Kita juga berharap gubernur DKI hanya berseloroh mengenai lokalisasi prostitusi karena hal tersebut hanya akan menimbulkan permintaan lokalisasi di tempat lain. Prostitusi bukanlah yang harus dipertahankan namun bisnis haram ini adalah hal yang harus dibasmi.
Regulasi Hukum
Mencuatnya kabar yang menguak prostitusi elit di tingkat artis dan pejabat tentu tak terlalu membuat kita terkejut. Kita sudah paham benar jika hal semacam ini bisa tumbuh subur di negri ini mengingat tak adanya payung hukum yang jelas untuk mengatur hal ini secara nasional. Belum lagi Perda yang mengatur bisnis ini dianggap terlalu enteng.
Kebijakan daerah memang berbeda-beda menanggapi permasalahan ini. di Jakarta sendiri prostitusi diatur pada Pasal 61 [2] Perda DKI 8/2007 hukuman yang bisa dijatuhi pun paling berat hanya kurungan selama 90 hari dengan denda paling besar 30 Juta. Tentu dengan tarif para artis yang berjumlah lebih ratusan juta tersebut denda yang dikenakan bukanlah hal yang patut ditakuti.
Prostitusi di kalangan artis hanyalah sebongkah es yang muncul ke permukaan dari sebuah gunung es yang berdiri kokoh di dalam laut. Negri ini harus bahu membahu menghancurkan gunung es tersebut. permasalahan ekonomi dan lapangan pekerjaan sepertinya terus menjadi alasan seorang pekerja seks menjajakan tubuhnya dan hal ini tak bisa menjadi dalih seseorang berbuat amoral. Banyak pihak yang dirugikan dari bisnis esek-esek ini.
Indonesia mungkin belum mengatur masalah ini secara gamblang namun dalam islam terdapat hukum yang valid dan sistematis mengenai perzinaan. Setidaknya jika rajam belum bisa diterapkan di negri ini paling tidak hukum cambuk sudah bisa direalisasikan.
Menghukum seorang penzina dengan cambuk maka akan membuat ia sadar bahwa yang ia lakukan adalah perbuatan yang salah dan diharapkan tidak mengulangnya lagi. Cambuk yang dilakukan di depan umum juga sebagai sanksi moral dan dapat memberikan peringatan bagi mereka yang akan melakukan perbuatan haram tersebut.
Hukuman cambuk yang sudah diterapkan di Aceh sekiranya bisa menjadi contoh bagi daerah lain. Hukum cambuk sekiranya dapat diadopsi oleh hukumk nasional untuk menambal ketiadaan hukum mengenai prostitusi, perzinaan, dan bisnis lendir.
Nah, sekarang pertanyaannya adalah sudah beranikah pemerintah kita bertindak tegas mengatur masalah ini?

 * M. Fajarli Iqbal, Mahasiswa Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh. Email: fajarliiqbal@gmail.com

Share on Google Plus

About Unknown

Blog ini mencoba merekam jejak yang terlalu cepat punah.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment