Ilustrasi Google |
Oleh M. Fajarli Iqbal
Pena Fajar | Opini
Ujian
Nasional (UN) yang merupakan salah satu
momentum besar dalam dunia pendidikan kita baru saja selesai dihelat. Ujian
Nasional yang menjadi momok menakutkan bagi hampir seluruh siswa tanah air ini
menyimpan beribu pertanyaan yang belum sepenuhnya terjawab. Salah satunya
adalah sudah berhasilkah pendidkan negri ini dalam mendidik bangsa? Dan sudah
efektifkan UN sebagai tolak ukur penilaian?
Memperhatikan pelaksanaan UN dari tahun ke tahun, membuat kita sadar bahwa ujian negara ini tidaklah sebersih yang diharapkan, ada saja celah untuk melakukan kecurangan di sana. Mirisnya lagi, hal ini sudah dianggap lumrah dan tidak sepenuhnya dipertanyakan apalagi dirubah. Sangat disayangkan.
Memperhatikan pelaksanaan UN dari tahun ke tahun, membuat kita sadar bahwa ujian negara ini tidaklah sebersih yang diharapkan, ada saja celah untuk melakukan kecurangan di sana. Mirisnya lagi, hal ini sudah dianggap lumrah dan tidak sepenuhnya dipertanyakan apalagi dirubah. Sangat disayangkan.
Bocornya dokumen rahasia negara itu tentu membuat kita
semua gemas. Ini bukti mekanisme ujian negara tersebut harus dibenahi dari
berbagai sektor. Mulai dari pendistribusian soal yang katanya sudah dijaga
ketat aparat sampai pelaksanaa ujian tersebut. UN yang dulunya sangat sakral
tiba-tiba hanya menjadi formalitas pendidikan belaka. Karena semua bakal tahu,
akan ada kunci jawaban.
Harian
Kompas pada Sabtu 18 April 2015
menurunkan berita bahwa sebanyak 30 paket naskah soal ujian nasional diunggah
secara ilegal ke internet mirisnya lagi kode soal tersebut merupakan soal yang
bala didistribusikan ke wilayah Aceh. Walau dikatakan hanya di daerah tertentu
saja yang kecolongan namun hal ini tetap membuat kita kembali menarik nafas
panjang dan menggelengkan kepala sambil sedikit tersenyum kecut.
Tak heran jika hal ini berjalan begitu saja tanpa ada
pembenahan yang serius karena mengingat asas butuh. Siswa butuh jawaban untuk
lulus, sekolah akan berbangga diri dan tidak akan malu karena banyak muridnya
yang lulus dan orang tua akan senang jika anaknya lulus dan menuju jenjang
berikutnya Jadi semua saling butuh sehingga jawaban ujian akhir ini pun
melalang buana di mana saja dan semua membiarkannya.
Lebih jauh lagi kita merenung dan mempertanyaakan
esensi dari pelaksaan ujian nasional itu sendiri. Ujian yang katanya sebagai
standarisasi pendidikan nasional tersebut kadang kala kehilangan arah sampai
mengaburkan tujuan utama dari belajar. Tidak sedikit ditemukan, guru yang hanya
mengajarkan materi tertentu hanya karena materi tersbut menjadi soal UN. Tak
dapat kita pungkiri bahwa belajar di sekolah terutama pada tahap terakhir hanya
untuk UN. Padahal esensi belajar lebih besar dari hanya sekedar mengikuti
formalitas ujian negara tersebut.
Tentu tidak salah jika memforsir siswa untuk
mempersiapkan diri mengikuti Ujian Nasional namun pantaskah kita memfokuskan
diri mengejar target nilai tanpa mempedulikan esensi dari belajar itu sendiri?
Pantaskah sekolah melupakan tujuan utama sekolah? tujuan utama pendidikan.
Esensi Belajar...
Dunia pendidikan kita seakan sedang sakit, hal ini
dapat kita lihat saat pendidikan tidak sanggup menciptakan pribadi tangguh yang
berakhlak mulia dan berintelektual tinggi. Lihat saja dimana siswa yang selesai
UN mencoret seragam sekolahnya tanpa tujuan yang jelas. Belum lagi siswa yang
melakukan hubungan tidak senonoh tak kala ujian negara telah berhasil dilewati.
Merujuk para ahli pendidikan hampir semuanya
mengatakan bahwa pendidikan pada hakikatnya mengutamakan proses untuk
menciptakan manusia yang berbudaya tinggi. Dalam
bukunya yang berjudul Educational Physchology, The Teaching-Learning Process
Skinner menyebutkan bahwa belajar
merupakan suatu proses adaptasi dan penyesuaian tingkah laku yang progresif.
Hal ini senada dengan Chaplin yang dalam
bukunya Dictionary of Psychology juga mengatakan bahwa
belajar merupakan proses memperoleh respons-respons sebagai adanya latihan
khusus. Kedua pakar ini sepakat bahwa belajar adalah proses.
Nah sudahkah bangsa ini mengedepankan proses belajar
yang bertujuan untuk mencapai manusia yang bermatabat? Atau hanya sekedar lulus
dapat kerja dan menjadi pegawai negri? Sudahkah kita memperlakukan pendidikan layaknya
pendidikan? Atau kita hanya menjadi pendidikan sebagai ladang mencari materi
belaka? Lulus kemudian cari kerja.
Kita harus ingat bahwa sekolah bukan banya untuk
menjawab soal UN. Jalur akademik memang salah satu jalan menuju kesuksesan.
Namun harus diingat bahwa pendidikan tidak menciptakan mesin pencari materi
belaka. Hal inilah yang harus ditanamkan dalam jiwa para peserta didik. Sekolah
jauh lebih mulia daripada hanya berorietasi mencari harta.
Akhlak dan jiwa mulia tentu tidak diujiankan dalam
ujian nasional. Sehingga kadang muncul istilah, ‘itu tidak penting, kan bukan
pelajaran UN’ sehingga tidak sedikit mata pelajaran yang sebenarnya penting
namun diabaikan hanya karena tidak masuk ke dalam pelajaran yang diuji dalam
ujian negara itu. Belum lagi pelajaran Bahasa Indonesia yang hanya menguji tata
bahasa dan sedikit mengenai sastra tanpa menguji empat keterampilan dalam
belajar bahasa. Mungkin membaca masuk ke dalam soal ujian nasional namun
bagaimana dengan menulis, menyimak, dan berbicara? Sehingga ketiga aspek
tersebut kadang kurang terjamah di sekolah karena embel-embel ‘bukan pelajaran
UN’.
Soal UN yang bocor tentu menjadi pelajaran berharga
bagi kita. Ini semacam cambuk lama yang kadang kita lupakan sakitnya, namun
sekarang harus kita rasakan kembali dan tentunya harus disadari pula. Semoga ke
depan dunia pendidikan kita terus berbenah tak hanya di ranah pelaksanaan ujian
nasional namun pendidkan itu secara keseluruhan agar di kemudian hari kita
dapat melihat pendidikan yang baik dan apik di negri ini. semoga.[]
.
0 comments:
Post a Comment